PANDORA CINTA
PANDORA CINTA

Pagi
hari nan cerah dihiasi langit biru menawan, berpendar sorot matahari
menyingsing di ufuk timur, tak luput pula embun masih hinggap membasahi kaca
jendela. Ku bersandar di bangku favoritku menghadap jendela, tak ketinggalan
doa pagi atau al matsurah ku lantunkan dengan ditemani teh hangat yang berada
di atas meja. Seringkali, saat ku sedang khusyuk melantunkan doa pagi,
tiba-tiba buah hatiku menghampiri dengan berlari bersama penuh ceria, sambil
memanggil diriku "Uma". ”Halo Uma”(mereka berlari dengan ceria) “Hai
sayang, jangan lari dong, nanti jatuh!”(ku tersenyum sambil menggeleng kepala
melihat tingkah laku manja kedua anakku).”Emmuah”(mereka mengecup pipi kanan
dan kira diriku). Itulah sikap kasih sayang anakku yang selalu membuat rindu.
Saat ini kedua buah hati kembarku berusia tujuh tahun, bernama Hamid Al Fatih
Randa Putra dan Hamish Zaganos Randa Putra. Kadang saatku sedang menatap
pemandangan pagi, ada yang selalu memikat perhatianku seakan memancarkan pesona
nostalgia marasuk ke dalam pikiranku. Sampai-sampai pesonanya selalu membuat
mataku berbinar maupun berlinang air mata
Sembilan
tahun silam, cerita indah telah banyak terlewati. Saat itu aku telah bekerja di
Kementerian Pertanian, dengan kesibukan ku sebagai pegawai, aku juga tetap
melanjutkan hobiku dalam menulis. Setiap pergi Syahrul selalu mengecup keningku
dan kami selalu berjamaah melakukan sholat tahajud. Itulah kebiasaan baru kami.
Suatu hari, Syahrul mengajak aku untuk gathering
bersama rekan kerjanya. Saat aku berada
di sana, aku diperkenalkan oleh Syahrul dengan wanita cantik dan semampai, ia
bernama Veta. "Haiii, Syahrul. Wah.. Pengantin baru nih ya. Istri kamu
mana nih? kenalin dong ke kita-kita" (sapa ramah Veta ke Syahrul).
"Hehe pasti lah Vet, aku kesini sama istri tercinta dong. Namanya Femi.
Kapan nih kamu nyusul?" (balas Syahrul sambil ia merangkul ku).
"Haii,, aku Veta, dulu aku juga temennya Syahrul lohh Mi, pas kami ke
Belanda. Katanya kamu juga ada di sana ya?" (Veta menjabat tanganku).
"Oh iya Veta? Wahh, kita malah baru kenal di sini ya. Memang,, saat itu
aku juga di Belanda, karena kita beda universitas kali ya makannya gak
ketemu" (balasku ke Veta). "Iya ya.. Hehehe. Yaudah Syahrul, Femi.
Aku ke luar dulu ya mau ketemu temen-temen yang lain. Daaa" (Veta
meninggalkan kami sambil melambaikan tangan). Veta adalah gadis pintar dan
cantik yang menjadi teman satu fakultas dengan Syahrul. Mendengar informasi
dari teman maupun dari cerita Syahrul, ia adalah fans berat Syahrul sejak
kuliah. Makannya saat mendengar Syahrul akan menikah dengan ku, ia menangis dan
beberapa bulan tidak menemui Syahrul, ia selalu menjauh melihat Syahrul. Baru
kali ini, ia memunculkan diri dan berhadapan dengan Syahrul dan diriku.
Suatu
sore saat hujan deras mengguyur Kota Bogor, aku janjian dengan Syahrul untuk
makan malam di luar sambil belanja kebutuhan bulanan di swalayan. Ku membawa
payung dan bergegas memasuki mobil. Perjalananku telah sampai di suatu
swalayan, aku melihat Syahrul dari spion mobil telah sampai di parkiran mobil.
"Lah, Syahrul kok basah-basahan. Emang dia gak bawa payung? Tapi kenapa
dia marah dan kayaknya lagi ngomong sama seseorang?" (tanyaku heran). Aku
pun segera keluar dari mobil dan membawakan payung untuk Syahrul. Tapi seketika
payung yang digenggamanku jatuh, rasa sakit di dadaku menyebar keseluruh tubuh
dan mendorong air mataku jatuh menetes. Mataku memerah dan langsung terisak
tangis melihat Veta yang tiba-tiba memeluk suamiku seketika. Ternyata mereka
terjadi pertengkaran saat aku belum hadir di lokasi. Tanpaku berkata apa-apa,
aku langsung berbalik arah dan berlari menuju mobil. Syahrul pun seketika
berlari menarikku "Femi,, tunggu sebentar. Aku akan kasih penjelasan dulu.
Kamu jangan marah!!! Aku gak ada apa-apa dengan Veta" (Syahrul mencoba
menghadapkan diriku dengannya untuk memberikan penjelasan). Tapi karena aku
sedih dan kesal, aku tidak ingin mendengar penjelasan darinya, kemudian ku
melepaskan diri dari pelukannya dan berlari menuju mobil untuk bergegas pulang
ke rumah. Aku sampai lebih dulu di rumah dibandingkan Syahrul. Sampai rumah pun
kami tidak melakukan percakapan apapun. Aku langsung menuju ruanganku yang
biasanya ku gunakan untuk menulis dan mengerjakan pekerjaan kantor. Di sana ku
menangis dan bertanya-tanya alasan mereka melakukan hal tersebut. Setelah ku
sholat dan meluapkan segala sedih dan tangisku, aku mulai merasakan ketenangan.
Karena kejadian itu, aku gagal makan malam bersama Syahrul dan rencana kami
berbelanja bersama tidak terlaksana. Kemudian aku buka kotak pandora yang selama
ini kusimpan di bilik lemari dan menjadi rahasia. Pandora tersebut berisi
perjalanan cinta dan surat kecil untuk Syahrul. Dari awal pertemuanku dengan
dirinya, ku tulis cerita tentang dirinya, doa dan impian bersama dirinya dalam
secarik kertas. Kemudian ku simpan dengan rapi dan rahasia di pandora tersebut.
Bait demi bait untaian doaku, alhamdulillah Allah kabulkan doaku bertemu
dengannya. Permasalahan yang timbul dipernikahanku baru kurasakan, maka dari
itu kekesalan aku terhadap Syahrul seketika luruh saat melihat kembali surat
cinta yang tersimpan di pandora tersebut. Aku pun perlahan menemuinya di kamar,
ternyata ia sedang menunggu diriku dan usai menyelesaikan sholat sunnah. Ia pun
meminta maaf dan menjelaskan kesalahpahaman tersebut
Setelah
peristiwa tersebut, sebulan kemudian Veta tidak pernah terlihat dalam kehidupan
kami. Aku dengar, ia pergi keluar negeri dan menikah dengan warga asing. Kami
pun menjalani aktivitas seperti biasa dan tidak ketinggalan setiap malam
kutuliskan kisah cintaku dalam pandora cinta. Walaupun aku selalu gagal saat
ingin menunjukkan ke Syahrul. Kami pun masih melakukan ibadah rutin yang selalu
kami kerjakan bersama yaitu sholat malam (tahajud). Kami tuangkan keluh kesah
kami hanya kepada Rabb Yang Maha Esa. Aku dan Syahrul bercita-cita memiliki
anak hafizd yang senantiasa mengedepankan kitabbullah yaitu Al Qur'an. Semenjak
ku mengandung, lantunan Al Quran tidak henti-hentinya mengisi hari-hari kami di
rumah, karena Syahrul memasangkan speaker
untuk mendengar murratal di setiap ruangan rumah.
Pada
tahun ke delapan pernikahanku,suatu malam saat musim hujan mengguyur kota serta
hawa dingin membalut kesunyian malam, aku dan keluarga melaksanakan sholat
tahajud bersama, biasanya waktu tersebut untuk memuraja'ah hafalan kami.
"Ayah, ayah, hari ini ayah yang jadi imam ya!" (bujuk Hamid ke
ayahnya). "Oh iya dong sayang, kan minggu ini giliran ayah" (Syahrul
membalas sambil memeluk Hamid dan Hamish). Saat kami sholat dalam posisi sujud,
lama sekali Syahrul melakukannya, sehingga kami pun belum beranjak keduduk
tasyahud akhir. "SubhanaAllah" (ucap Hamish dalam keadaan sujud).
Tetapi ayahnya tidak merespon juga, akhirnya Hamish pun yang menggantikan imam
dan menyelesaikan sholat. Setelah salam, kami bergegas menghampiri Syahrul
"Ayah,,!" (aku memanggil nya sambil meluruskan badannya). Hamid dan
Hamish pun melakukan yang sama, tetapi Syahrul tetap tidak bergerak.
“Ayah!!!”(Hamid dan Hamish berteriak dan menangis)
Ternyata
masa itulah aku kehilangan suami tercinta untuk selamanya di dunia ini. Kami
pun menangis terisak - isak dengan perginya ayah dari anak-anak ku ke Rabb Maha
Pencipta. Seminggu sebelum ia meninggal, Syahrul selalu mencium kening dan
pipiku setiap ia ingin pergi "Ayah kenapa sih pake cium pipi uma juga?
Biasanya kan cuma kening aja? Kan malu sama Hamid & Hamish. Hehe"
(marah ku dengan canda tawa) "Ih ngapain malu,, kan ayah suami uma. Nanti
uma akan rindu deh sama kebiasaan baru ayah" (balasnya dengan senyum
teduhnya). "Lah kok bisa yah?" (aku sedikit heran dengan jawaban
Syahrul). Tapi kemudian ia hanya membalas senyuman dan pergi kerja. Ternyata
syarat itu lah yang menjadi tanda ia akan pergi dan mengukir rindu dalam
benakku. Hingga saat ini yang membuatku sedih dan menyesal adalah aku belum
menunjukkan pandora cinta yang aku tuliskan untuk belahan jiwaku. Air mata
mengalir dan membuat diriku menangis setiap membuka dan membaca secarik bait
pusi maupun cerita tentang aku dan dirinya.
Syahrul
adalah suami idola yang selalu aku panjatkan doa setiap sujud malamku. Ia
selalu mengajarkan ke jagoan ciliknya untuk mencintai Al Quran dan hati yang
terpaut dengan masjid. Perjalanan cinta pernikahan kami di dunia memanglah
singkat, namun cinta setia tetap abadi di antara kami berdua. Rindu yang tak
berujung dalam benakku membawa nostalgia indah yang selalu terlintas di setiap
hari-hariku. Pandora cinta milikku menjadi saksi bisu perjalanan cinta ku
dengan Syahrul. Setiap pagi setelah membaca al matsurat, aku memandangi dan
membaca berkali-kali surat yang ada di pandora cinta untuk mengusir rindu
terhadap suamiku sebagai belahan jiwa nan abadi. Semoga kekutan cinta membawa
kami ke surgaNya.
Komentar
Posting Komentar