Membentuk Pribadi Madani untuk Mencetak Generasi Rabbani
Membentuk Akhlak Terpuji untuk Mencetak Generasi Rabbani
Dr.Ir.Yudiwanti Wahyu (pengkompilasi)
Ahad 3 Mei 2020.
Referensi:
- Al-Qur’an
- Ahmad Nur Baits: Mendidik Generasi Rabbani
- Abu Umar Al Bankawy :Lima Langkah Meraih Akhlak Mulia
*Generasi Rabbani*
Ibnul Arabi (filosof muslim https://en.wikipedia.org/wiki/Ibn_Arabi), ketika ditanya tentang makna ‘rabbani’, beliau mengatakan: _Apabila seseorang itu berilmu, mengamalkan ilmunya, dan mengajarkannya maka layak untuk dinamakan seorang rabbani. Namun jika kurang salah satu dari tiga hal di atas, kami tidak menyebutnya sebagai seorang rabbani_
Apa kaitan antara ilmu, yang menjadi syarat mutlak seorang rabbani dengan ibadah kepada Allah?
Dijelaskan oleh Ibnul Anbari (https://en.wikipedia.org/wiki/Ahmad_ibn_Isra%27il_al-Anbari), keterkaitannya karena ilmu merupakan bentuk ibadah kepada Allah ta’ala.
Disamping itu, seseorang hanya akan bisa melakukan ibadah kepada Allah, jika dia memahami tata cara ibadah yang sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Sehingga kata kunci dalam masalah ini adalah ‘ilmu’.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam az-Zuhri (salah seorang ulama tabi’in https://en.wikipedia.org/wiki/Ibn_Shihab_al-Zuhri) - Tidak ada satu bentuk peribadatan kepada Allah yang lebih mulia dibandingkan ilmu. Demikian juga dikatakan oleh Imam Ahmad (https://en.wikipedia.org/wiki/Ahmad_ibn_Hanbal) - Mencari ilmu merupakan amalan yang paling mulia, bagi siapa saja yang niatnya benar. Hal yang sama juga dikatakan Abdullah bin Mubarak (https://en.wikipedia.org/wiki/Ibn_al-Mubarak) - Saya tidak mengetahui ada sesuatu yang lebih mulia setelah nubuwah (kenabian) melebihi kegiatan menyebarkan ilmu.
Jadi ‘ilmu’ melekat sebagai ciri generasi Rabbani.
Sangat penting diperhatikan adalah niat ikhlas selama proses menuntut ilmu. Hendaknya penuntut ilmu tidak sombong, tidak berbangga-bangga, dan tidak menggunakan ilmunya untuk membodohi orang-orang yang lemah pengetahuannya. Rasulullah saw telah bersabda: _Barangsiapa yang mendalami ilmu pengetahuan untuk menyombongkan diri diantara sesama ilmuwan, atau untuk membodohi orang-orang yang lemah ilmu pengetahuannya, atau untuk menarik perhatian di hadapan khalayak, maka neraka adalah lebih pantas baginya._(HR Ibnu Majah).
*Akhlak Terpuji*
Akhlak yang mulia (terpuji) dapat dimiliki apabila seseorang berusaha keras memperbaiki serta membiasakan diri agar memperolehnya.
Allah ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al Ankabuut: 69)
Terkait dengan pemebntukan generasi Robbani, maka akhlak terpuji tidak cukup hanya dikuliahkan atau disampaikan sebagai materi pembelajaran, melainkan harus dicontohkan.
Orang tua dan guru adalah personal utama yang harus memberi contoh akhlak terpuji. Orang tua melibatkan tidak hanya ibu melinkan juga ayah. Harus ada kerjasama harmonis antara ibu dan ayah untuk memberikan contoh/teladan akhlak terpuji bagi putra-putri yang diamanahkan kepada mereka.
Guru adalah ‘orang tua’ ketika anak berada di sekolah ataupun di kampus. Akhlak terpuji harus dimiliki oleh guru sehingga dapat menjadi contoh yang baik bagi murid atau mahasiswanya.
Bagaimana dengan pemimpin, tokoh masyarakat dst yang seharusnya jadi panutan?
Alhamdulillah bila sudah ada. Bila belum? Nah kewajiban kita bila diamanahi sebagai pemimpin atau tokoh masyarakat maka harus menghiasi diri dengan akhlak terpuji.
Beberapa upaya yang dapat kita lakukan agar dikaruniai memiliki akhlak terpuji/mulia antara lain sbb.
*Pertama: Hendaknya seseorang senantiasa memperhatikan dalil-dalil dari Al Quran dan As Sunnah yang berkaitan dengan keutamaan akhlak yang terpuji.*
Firman Allah ta’ala : الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأسْحَارِ
“(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang jujur, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (Ali Imran: 17)
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا
“Dan hamba-hamba Rabb yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Al Furqan: 63)
وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Al Furqan: 72).
Selain itu hendaknya juga dia melihat hadits Nabi Muhammad saw seperti,
إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقاً
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya”. (Muttafaqun ‘alaihi).
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا
“Sesungguhnya, di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat dengan majelisku di hari kiamat nanti adalah orang yang terbaik akhlaknya di antara kalian. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)
Dengan memperhatikan dalil-dalil seperti ini maka seseorang akan terpacu untuk berakhlak mulia.
*Kedua: Berteman dengan orang-orang shalih yang berakhlak mulia, yang dikenal dengan ilmu dan amanahnya.*
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا مَثلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَجَلِيسِ السُّوءِ ، كَحَامِلِ المِسْكِ ، وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إمَّا أنْ يُحْذِيَكَ ، وَإمَّا أنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإمَّا أنْ تَجِدَ مِنْهُ ريحاً طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الكِيرِ: إمَّا أنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإمَّا أنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحاً مُنْتِنَةً
“Permisalan teman yang baik dan teman buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi, Adapun penjual minyak wangi maka mungkin saja dia menghadiahimu minyak wangi, atau engkau dapat membeli minyak wangi darinya, atau setidaknya engkau dapati aroma yang harum darinya. Adapun si pandai besi, mungkin saja dia membakar bajumu, atau setidaknya engkau akan mencium aroma tak sedap dari dirinya.” (HR. Al Bukhari.
Maka hendaknya seseorang yang ingin untuk memiliki akhlak yang mulia berteman dengan orang yang dikenal berakhlak baik yang dapat menolong memperbaiki akhlaknya dan menjauh dari teman yang berakhlak jelek dan sering melakukan perbuatan yang hina.
*Ketiga: Hendaknya seseorang memperhatikan apa yang diakibatkan oleh akhlak yang buruk, karena akhlak yang buruk dibenci, dan buruk akhlak itu dijauhi, dan buruk akhlak itu disifati dengan sifat yang jelek.*
Allah berfirman,
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ (٢٢١)تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ (٢٢٢)يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ (٢٢٣)
“Maukah aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap affak (pendusta) lagi atsim (yang banyak dosa), Mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (Asy Syu’ara: 221-223).
Maka jika seseorang mengetahui bahwa berakhlak buruk itu mengantarkan kepada hal ini, maka hendaknya ia menjauhinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Al Bukhari)
*Keempat: Hendaknya dia senantiasa menghadirkan dalam benaknya gambaran akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.*
Allah ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab: 21)
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al Qalam: 4).
*Kelima : Senantiasa berdoa, meminta kepada Allah agar dianugerahi akhlak yang mulia*.
Beberapa doa yang warid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam di antaranya adalah sebagai berikut,
اللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي فَأَحْسِنْ خُلُقِي
“Ya Allah Engkau telah memperbagus penciptaanku, maka baguskanlah akhlakku.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani)
اَللَّهُمَّ أَهْدِنِيْ ِلأَحْسَنِ اْلأَعْمَالِ ، وَأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ ، لاَ يَهْدِي ِلأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ ، وَقِنِي سَيِّئِ اْلأَعْمَالِ ، وَسَيِّئِ اْلأَخْلاَقِ ، لاَ يَقِي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah berilah petunjuk kepadaku untuk berbuat sebaik-baik amalan, sebaik-baik akhlak, tidak ada yang bisa menunjuki untuk berbuat sebaik-baiknya kecuali Engkau. Dan lindungi kami dari jeleknya amalan dan jeleknya akhlak, dan tidak ada yang melindungi dari kejelekannya kecuali Engkau”. (HR. An Nasa’i)
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ اْلأّخْلاَقِ وَاْلأَعْمَالِ وَاْلأَهْوَاءِ وَاْلأَدْوَاءِ
“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari kemungkaran-kemungkaran akhlak, amalan-amalan, hawa nafsu, dan penyakit-penyakit.” (HR. AtTirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Komentar
Posting Komentar